03 Juni 2017

Mengecam aksi persekusi dan janji polisi menindak tegas pelaku


Persekusi menjadi istilah yang ramai dibahas dalam beberapa hari terakhir. Padahal, praktik ini sudah marak terjadi dan dilakukan intensif oleh kelompok tertentu terhadap seseorang yang dianggap telah menghina mereka.
Dikutip dari Wikipedia, persekusi atau dalam bahasa Inggris: persecution, adalah perlakuan buruk atau penganiayaan secara sistematis oleh individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lain, khususnya karena suku, agama, atau pandangan politik.
Persekusi adalah salah satu jenis kejahatan kemanusiaan yang didefinisikan di dalam Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional. Timbulnya penderitaan, pelecehan, penahanan, ketakutan, dan berbagai faktor lain dapat menjadi indikator munculnya persekusi, tetapi hanya penderitaan yang cukup berat yang dapat dikelompokkan sebagai persekusi. Persekusi juga menjadi ancaman kebebasan berpendapat.
Data yang dimiliki Koalisi Anti Persekusi menyebutkan ada 57 kasus persekusi yang terjadi hingga saat ini. “Persekusi terhadap orang-orang yang dianggap penista agama atau ulama sejumlah 52 orang, namun dalam beberapa hari kami menemukan lagi 7 orang yang terkena persekusi hingga saat ini,” ujar Kepala Divisi Riset dan Jaringan LBH Pers, Asep Komarudin saat konferensi press di kantor YLBHI, Jakarta, Kamis (1/6).
Aksi persekusi dialami dokter Fiera Lovita membuat dia harus mengungsi dari Kota Solok, Sumatera Barat. Dia mendapat perlakuan kasar dan intimidasi dari anggota FPI di wilayah itu karena status di Facebooknya yang dinilai menghina Habib Rizieq Syihab. Yang terbaru, kasus persekusi yang dialami remaja PMA (15). Dia diinterogasi, diintimidasi serta dipukul ketika dibawa ke kantor RW 03 Cipinang Muara, Jakarta Timur. Peristiwa direkam dan videonya beredar luas di media sosial.
Kapolres Jakarta Timur Kombes Andry Wibowo mengatakan polisi sudah mengamankan dua pelaku dan masih mengusut pelaku lainnya. “Iya dua orang diamankan. M dan U dibawa ke Polda Metro. Ya si M sudah mengakui ada intimidasi. Si M dari FPI, satu lagi juga,” katanya kepada merdeka.com, Kamis (1/6).
Demi keamanan korban, polisi juga sudah mengevakuasi PMA beserta ibu dan keluarga dari kediamannya di Cipinang Muara. Mereka dibawa sampai proses hukum selesai.
Aksi persekusi yang dilakukan FPI ini mengundang reaksi keras dari berbagai pihak. Kapolda Metro Jaya Irjen M Iriawan meminta masyarakat ikut melaporkan jika mengetahui adanya aksi persekusi atau intimidasi yang dilakukan sekelompok orang atau ormas. Dia berjanji akan menindak tegas pelaku persekusi.
“Jadi tidak boleh di rumahnya dibawa, diintimidasi, ditekan, kemudian buat meterai itu tidak bisa, ada kategori penculikan di sana,” kata Kapolda Irjen Iriawan, Jumat (2/6).
Kapolri Jenderal Tito Karnavian juga menegaskan hal yang sama. Menurut Tito, persekusi yang dilakukan dapat melebar sehingga dapat dikenakan pasal berlapis, seperti penculikan karena membawa orang ke suatu tempat serta melakukan ancaman dan pemukulan.
“Membawa orang, itu sama aja penculikan. Membawa orang secara paksa tidak dikehendaki yang bersangkutan, itu adalah penculikan, bisa dikenakan pasal penculikan. Kemudian memaksa orang dengan ancaman juga bisa kena pengancaman. Apalagi kalau sampai ada melakukan kekerasan pemukulan,” katanya usai menghadiri Buka Puasa Bersama di Rumah Dinas Ketua MPR, Jakarta, Jumat (2/6).
Mantan Kepala BNPT ini mengungkapkan, persekusi dapat diproses hukum meski tanpa ada laporan. “Bisa diproses hukum. Karena itu bukan delik aduan. Kalau polisi sendiri tahu, ya polisi akan kejar,” tutup Tito.
Sedangkan Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Polri Kombes Martinus Sitompul mengimbau kepada masyarakat agar bijak menggunakan media sosial, apalagi membuat status yang mengandung ujaran kebencian terhadap pihak lain. “Masyarakat diimbau untuk lebih bijak lagi dalam menggunakan media sosial untuk mengunggah suatu foto atau status,” ujarnya.
Martinus menjelaskan jika masyarakat menemukan suatu tulisan yang bernuansa melecehkan seseorang atau kelompok, bisa membuat laporan itu ke polisi. Nantinya laporan tersebut akan dicek dan apakah memang ada unsur ujaran kebencian dalam tulisan seseorang yang diunggahnya tersebut. “Nah kalau ada laporan-laporan ini memang masuk ujaran kebencian atau tidak. Kita cek sama ahli bahasa. Ini masuk kategori melanggar UU ITE atau tidak. Kalau melanggar UU ITE kita proses, kalau tidak ya enggak kita proses,” jelasnya.
Sementara Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda mengkhawatirkan aksi persekusi apalagi yang dialami korban anak-anak akan membawa dampak psikologis dan trauma mendalam. “Kondisinya saat ini tertekan, sangat ketakutan ada juga ancaman dugaan pelanggaran hasutan dan kebencian dilibatkan kepada ananda tersebut,” katanya di Mapolda Metro Jaya, Jumat (2/6).
Erlinda menuturkan, pihaknya telah melakukan pendampingan psikologi kepada PMA yang kini sudah dititipkan di safe house atau rumah aman. Pendampingan itu diperlukan guna memulihkan traumatik yang dialami korban akibat intimidasi oleh sekelompok ormas yang diduga dari Front Pembela Islam (FPI). “Kami hadir di sini mengingatkan trauma yang dialami anak-anak jangan dianggap sepele karena itu akan bermutasi pada saat dewasa nanti. Itu mengganggu tumbuh kembang dan sosial masyarakatnya,” katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar